SaguNews.com - “Kepada rakyat dan bangsa West Papua, kita berdoa supaya TUHAN turunkan kutuk, murka, malapetaka, tulah-tulah hukuman kepada orang-orang yang sedang melawan dan berusaha menghancurkan ULMWP. Orang-orang yang sedang melawan ULMWP ialah musuh terjahat dan mereka kerja sama dengan Iblis.
Mereka sedang menari-menari dan berdansa-dansa atas penderitaan, tetesan air mata, cucuran darah dan tulang-belulang umat TUHAN yang dibantai bangsa kolonial Indonesia.
Orang-orang yang melawan ULMWP ialah orang-orang yang turut menyuburkan dan memperpanjang penderitaan umat Tuhan di West Papua. Orang-orang yang lawan ULMWP adalah sepertinya orang-orang yang sudah menjadi kaki tangan NKRI/bangsa kolonial.
Sekali lagi, kami berdoa supaya orang-orang ini dikutuk dan dimurkai TUHAN. Mari, kita dukung 100% lahir dan batin ULMWP. ULMWP milik rakyat dan bangsa West Papua.”
Itulah pernyataan yang dibuat oleh seorang pendeta yang menggunakan agama sebagai senjata. Pdt Socrates S Yoman. Beliau mengatakan harus mengutuk orang yang menghalangi organisasi separatis yang menginginkan Papua untuk merdeka.
Sebagai seorang GEMBALA yang menuntun umatnya ke jalan yang benar, tidak diperkenankan untuk mengajarkan sesuatu hal yang buruk. Dari kutipan diatas sudah membuktikan bahwa sang GEMBALA sudah termakan oleh iblis yang sesungguhnya.
Sebagai seorang penulis saya ingin menekankan. Ia melindungi Pembunuh yaitu KKSB Papua dan sementara yang dibunuh apabilla dari kaum TNI/Polri ataupun masyarakat biasa ia memilih diam dan tak bersuara. Apalagi saat kelompok KKSB mati oleh TNI/Polri sata baku tembak terjadi, Ia bersuara lantang dengan meneriakkan HAM dan kekejaman Pemerintah Indonesia.
Pada Pilkada tahun 2018 ini, 18 nyawa umat Tuhan melayang ditangan TPN-OPM, Namun hal itu tidak diangkat oleh Pdt. Socrates Yoman. Ini adalah pelanggaran HAM yang paling besar dipertengahan tahun 2018 yang dilakukan oleh TPN-OPM namun bagi Pdt. Socrates itu merupakan hal biasa.
DIMANAKAH nurani ko wahai GEMBALA?
Ko pikir nyawa dorang murah kah?
Jika ingin berbisnis bukalah gereja, dijamin tak rugi, bahkan terkesan suci. Mengapa? Karena ternyata banyak “petinggi gereja” yang memang berbisnis dalam membuka gereja. Jabatan “pendeta” menempel tanpa pernah jelas dari mana asalnya, dan bagaimana bisa meraihnya. Pemahaman teologi tak ada, berkhotbah tak pernah, yang ada hanya kata bagaikan mantera, “Roh Tuhan berbicara pada saya…” Visi diungkapkan seakan datang dari surga untuk digarap di Bumi. Namun jika dicermati, hati tersentak karena semua bermuara pada sang pendeta.
0 Komentar